SERANG – Kericuhan antar simpatisan pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serang saat debat kandidat putaran kedua berbuntut pelaporan. Tim kuasa hukum Paslon nomor urut 01 Ratu-Badri melayangkan laporan ke Polresta Kota Serang atas kekerasan yang dialami oleh salah satu pendukungnya.
Tim Hukum Paslon 01, Ega Jalaludin, menyampaikan bahwa laporan yang diajukan ini mengatasnamakan perorangan, yakni atas nama sang korban. Ia mengatakan, laporan ini dimaksudkan untuk meminta pihak kepolisian melakukan penyelidikan atas terjadinya peristiwa tersebut.
“Kita berharap pihak kepolisian Polresta Kota Serang segera melakukan penyelidikan dan dapat menangkap pelaku. Kami selaku tim kuasa hukum Paslon 01 dalam hal ini mendampingi korban untuk melakukan pelaporan, karena pelaporan ini sifatnya individu dari korban sebagi simpatisan paslon kami,” ujarnya, Kamis (14/11) di Polresta Serang Kota.
Ega mengungkapkan kondisi korban masih dirawat di rumah sakit dalam proses pemulihan setelah mendapatkan 5 jahitan di area kelopak mata. Sebelumnya, korban mendapatkan perawatan di dua rumah sakit berbeda yang ada di Kota Serang.
“Namun, karena tidak ada spesialis dokter mata, kemarin kami melakukan pemeriksaan ke rumah sakit khusus mata untuk mengetahui luka yang dialami korban. Karena korban terkena benda keras dan mengalami luka sobek pada kelopak mata,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Ega meminta kepada pihak kepolisian untuk menanggapi laporan secara serius. Mengingat, laporan ini dilayangkan secara personal korban atas nama Mastari, yang memang menjadi korban atas penyerangan dan menyebabkan luka serius.
“Korban itu atas nama Mastari, kebetulan dia simpatisan 01 yang pada saat itu memang hadir di tempat kejadian. Harapan kami dari pihak Polresta bisa menelusuri dan menemukan pelakunya siapapun pelaku penyerangan ini dengan sumber daya yang ada di kepolisian,” jelasnya.
Tak hanya itu, ia ya berharap bahwa peristiwa seperti ini tidak terulang kembali. Karena menurut Ega, seharusnya dalam politik, terlebih pencalonan Pilkada, seharusnya beradu gagasan atau ide, bukan kekerasan.
“Kalau hal tersebut terjadi, kan berarti sudah ada anarkisme didalamnya,” tegasnya.
Diakhir ia meminta kepada pihak kepolisian dan juga jajaran atau stakeholder terkait seperti KPU, ketika menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan pendukung dan simpatisan, agar pengamanannya lebih ketat lagi dan lebih preventif. Karena menurut Ega, potensi terjadinya gesekan antar pendukung paslon sangat mungkin terjadi, terlebih saat pelaksanaan debat kedua saat itu, tidak ada sekat sama sekali antar pendukung.
“Meskipun KPU sudah membatasi jumlah pengunjung di dalam ruangan, tetapi kalau di luar karena memang ini di wilayah kota sendiri, saya rasa sudah bisa diantisipasi seharusnya KPU tahu bahwa simpatisan itu pasti membludak dan seharusnya pengamanan lebih ditingkatkan lagi,” tandasnya.