SERANG – Kenaikan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di Provinsi Banten dipastikan akan berlaku mulai Januari 2025. Berdasarkan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang No. 1 Tahun 2022, pajak opsen akan mengalami kenaikan hingga 66 persen, sebuah perubahan yang memicu kekhawatiran di sektor otomotif Banten.
Akan tetapi, kenaikan tersebut tidak berlaku untuk wilayah DKI yang berdekatan dengan Provinsi Banten. Hal itu menjadikan adanya selisih harga yang cukup tinggi untuk kelas mobil LCGC akan ada selisih sekitar Rp10 juta hingga Rp30 juta per unit, Sementara untuk kelas MPV akan ada selisih harga sekitar Rp40 juta lebih, belum lagi untuk kendaraan diatasnya selisih harga akan mencapai ratusan rupiah.
Adanya selisih harga tersebut menjadi kekhawatiran dari sektor otomotif di Provinsi Banten, karena konsumen akan lebih cenderung membeli kendaraan yang memiliki harga lebih murah dengan merk dan tahun yang sama.
Daru Harti, Sekretaris Asosiasi Otomotif Banten (AOB) sekaligus Branch Manager Mitsubishi Cabang Serang, menyampaikan bahwa kenaikan tarif ini berpotensi memperburuk kondisi pasar otomotif di Banten yang sudah cenderung lesu.
Lanjutnya, kebijakan tersebut juga mengakibatkan pembelian kredit lebih banyak DP minim yang berakibat DP kredit menjadi lebih besar. Selain itu, kondisi tersebut akan memicu daya beli makin berkurang. Sementara, Permintaan pengajuan BBN kendaraan beralih pada BBN kendaraan ke wilayah DKI yang tidak terkena pemberlakukan pajak Opsen.
“Nilai BBN kita (Banten) akan lebih mahal dan kisaran nilai kenaikan BBN itu bervariasi tergantung dengan unit tipe kendaraan,” katanya kepada wartawan di salah satu cafe di Kota Serang, Rabu (4/12).
Menurut Daru, kondisi pasar otomotif saat ini sudah menghadapi penurunan permintaan. Pembelian kendaraan secara kredit, yang semakin banyak mengandalkan uang muka minim, juga akan terimbas karena DP kredit yang lebih tinggi akibat kenaikan pajak ini.
“Market lagi lesu permintaan lagi turun, kondisi lagi tidak ideal ditambah lagi daya beli masyarakat ini sangat rendah ditambah permintaan customer selalu dengan kondisi nego harga atau permintaan DP kecil,” tuturnya.
Selain itu, masyarakat juga berpotensi beralih melakukan pengajuan BBN kendaraan ke wilayah DKI Jakarta yang tidak terkena kebijakan pajak opsen ini.
“Yang menjadi kekhawatiran kami, bahwa masyarakat Banten dengan kenaikan harga kendaraan pengaruh dari kenaikan pajak opsen itu, mereka akan bergeser mengalihkan kepemilikan kendaraan dengan mengambil BBN DKI Jakarta,” katanya.
Asosiasi Otomotif Banten mengajukan nota keberatan atas pemberlakuan pajak opsen tersebut. Meski begitu, mereka tetap mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah dan mendorong warga Banten untuk melakukan pendaftaran BBN di wilayah mereka.
Namun, mereka berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dampak kebijakan ini terhadap pasar otomotif di Banten yang semakin lesu.