LEBAK – Dua korban dugaan pencabulan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pengasuh pondok pesantren (Ponpes) Salafy di Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten mendatangi Polda Banten, Senin (28/10/2024) kemarin.
Keduanya merupakan eks santriwati yang pernah menimba ilmu di salah satu ponpes salafi di Desa Lebakpendeuy, Kecamatan Cihara. Didampingi keluarga, mereka mendatangi unit PPA Polda Banten untuk meminta kejelasan penanganan kasusnya.
Salah satu Juru bicara keluarga korban, Marsa mengatakan bahwa pihaknya memastikan perkembangan penyelidikan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Kyai T (terduga Pelaku).
“Kami ingin menanyakan perkembangan penanganan kasus ini, setelah bulan Juli 2024 lalu membuat laporan pengaduan ke Polda Banten. Keluarga ingin memastikan progress penyelidikannya,” ungkapnya.
Dijelaskan oleh Marsa, dua korban yang melapor masih satu keluarga, “Kedua korban masih sepupu, sama-sama pernah mondok disana (ponpes-red) tapi beda waktu. Untuk diduga pelaku sendiri ya masih orang yang sama,” lanjutnya.
Diterangkan lebih lanjut, korban Mawar (nama samaran) usia 21 tahun berdomisili di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Sedangkan satu korban lainnya Bunga (nama samaran) usia 23 tahun berdomisili di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak.
“Mawar mengaku disetubuhi sebanyak 6 kali oleh pelaku T selama kurun waktu bulan Mei 2020 sampai Agustus 2020 saat berusia 16 tahun. Saat itu Ia masih mondok disana. Hingga pada bulan Agustus Kyai T menikahkan korban dengan mantan santri secara mendadak,” ungkap Marsa.
Keluarga Mawar sempat kaget dengan adanya pernikahan yang mendadak tersebut. Namun tak kuasa menolak ketika diyakinkan bahwa rencana pernikahan tersebut hasil shalat istikharah sang kyai dan harus dilaksanakan.
Berbeda perlakuan dengan korban lainnya, sepupu Mawar, Bunga mengaku mendapat pelecehan seksual seperti dipeluk dari belakang, dipegang tangannya, dan Kyai T duduk diatas paha Bunga.
“Bunga mendapat pelecehan seksual saja dan tidak disetubuhi. Bunga mengaku pada tahun 2023 lalu, sampai akhirnya keluarga memutuskan untuk memulangkan Bunga dari pondok. Ketika sudah di rumah pun Kyai T masih sering menghubungi korban bilang kalau dia suka ke Bunga,” lanjut Marsa.
Atas pengakuan Bunga pada tahun 2023 inilah, Mawar yang memendam kegelisahan selama bertahun-tahun akhirnya bercerita kepada sang suami Y pada bulan Januari tahun 2024. Bahwa Ia telah disetubuhi sejak sebelum pernikahan dengan Y.
“Saya merasa bersalah menyembunyikan ini semua. Akhirnya saya cerita bulan Januari 2024. Suami marah lantas menelpon Kyai T. Saya tidak tahu kalau waktu itu suami minta uang ke Kyai T,” ungkap Mawar kepada wartawan.
“Setelah Kyai T mengirimkan uang sebanyak Rp 25 juta, suami baru cerita bahwa uang itu akan digunakan untuk tes DNA. Lantas kami berdua mencari rumah sakit di tangerang tapi lebih dari 5 rumah sakit biayanya mahal uangnya tidak cukup,” lanjut Mawar.
Pada Juli 2024 lalu, Mawar memberanikan untuk terbuka kepada ayahnya. Dia menceritakan semuanya dan keluarga langsung shock tak menyangka kejadian yang dialami Bunga juga menimpa Mawar, bahkan ada tindakan persetubuhan sebanyak 6 kali.
Setelah mendengar pengakuan Mawar, keluarga sempat memanggil Kyai T ke kediaman salah satu korban di Kecamatan Wanasalam. Di hadapan keluarga korban dan pelaku, Kyai T yang sempat mengelak akhirnya mengakui perbuatannya.
“Waktu itu yang hadir perwakilan keluarga baik dari pelaku dan korban. Pelaku mengaku di hadapan kami bahwa telah melakukan, hanya sayangnya tidak kami rekam. Tapi banyak kok saksinya,” ungkap Ayah Korban Mawar.
Keluarga akhirnya melaporkan dugaan pelecehan seksual dan pencabulan tersebut ke Polda Banten. Menurut keluarga, mereka didampingi oleh LBH salah satu Ornanisasi Masyarakat (Ormas) dan UPTD PPA Kabupaten Pandeglang.
Namun, ketika dikonfirmasi kepada penyidik, didapati informasi bahwa proses pelaporan di bulan Juli lalu baru Lapdu (Laporan Pengaduan) bukan ke Unit PPA. “Baru Lapdu info yang kami terima, makanya kami datang ke Polda hari ini untuk memastikan lagi,” tegas Marsa.
Sementara itu, pihak UPTD PPA Provinsi Banten Nurhayati yang ikut mendampingi korban ke Polda Banten pada Senin kemarin, menjelaskan bahwa proses atas kasus ini telah ditangani unit PPA Polda Banten, dan UPDT PPA Banten akan terus mendampingi korban.
“Karena korban berasal dari 2 wilayah berbeda yakni Lebak dan Pandeglang maka dari provinsi yang mendampingi. Untuk visum telah dilakukan, psikologi forensik juga sudah, kita terus mengawal dan mendampingi korban dalam proses hukum ini,” kata Nurhayati.
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima korban dari penyidik PPA Polda Banten diterangkan bahwa polisi telah memanggil beberapa orang saksi dan terlapor yakni Kyai T.
Rencananya, akan ada pemeriksaan lanjutan terhadap korban Mawar serta saksi-saksi lain untuk dimintai keterangan sebagai bahan penyelidikan lebih lanjut berdasar Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Sp. Lidik/235.a/X/RES.1.24./2024/Ditreskrimum.
Keterangan tersebut didapatkan dari yang tertuang dalam SP2HP nomor B.18/889/X/RES.1.24./2024/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Banten Kompol Herlia Hartarani pada tanggal 22 Oktober 2024.
Keluarga korban hingga saat ini berharap keadilan atas perbuatan yang dilakukan pelaku. Berbagai upaya mediasi pun masih terus berusaha dilakukan lewat perwakilan kerabat pelaku, bahkan mengiming-imingi sejumlah nominal (uang).
“Beberapa Minggu lalu kami ketemu salah satu kerabatnya, mantan Lurah setempat. Beliau mengatakan jangan sampai ini melebar dan kami ditanya berapa nominal yang diminta, tapi keluarga tegas berapapun akan menolak bahkan Rp 1 Miliar pun,” tegas Ayah Mawar.