SERANG – Drama tahunan PPDB alias Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) kembali jadi sorotan publik, tak terkecuali di Kota Serang. Tahun ajaran 2025-2026 baru dimulai, tapi keluh kesah para orang tua murid sudah ramai memenuhi ruang digital, mulai dari grup WhatsApp RT sampai story Facebook emak-emak zonasi.
Ketua DPRD Kota Serang, Muji Rohman, menilai kekacauan ini adalah buah dari kegagalan sistemik. Bukan hanya ulah satu dua orang, melainkan akumulasi dari perencanaan yang keliru, koordinasi yang lemah, dan minimnya keterlibatan masyarakat.
“Pendidikan adalah hak konstitusional setiap anak bangsa. Kekacauan dalam SPMB tidak boleh dianggap sebagai kelaziman tahunan. Ini adalah tanda kegagalan sistemik yang harus dibenahi,” ujarnya dalam diskusi Ngobrol Sareng Pemuda bertajuk ‘Karut Marut SPMB TA 2025-2026 Ulah Siapa?’ yang digelar DPD KNPI Kota Serang pada Senin, 14 Juli 2025.
Politisi Golkar itu juga menyoroti aturan zonasi yang makin membingungkan sekaligus tidak adil. Banyak siswa yang tinggal dekat sekolah negeri justru tidak lolos karena sistem lebih mengedepankan nilai dibanding jarak. Padahal, menurutnya, saat sosialisasi awal, informasi itu tidak pernah disampaikan.
“Ini jadi ironi. Sistem zonasi yang seharusnya menghapus diskriminasi malah menciptakan ketimpangan baru,” ungkap Muji.
Selain zonasi, praktik “KK tembak” alias domisili palsu juga kembali menghantui. Banyak orang tua diduga sengaja pindah alamat demi bisa memasukkan anaknya ke sekolah favorit.
“SPMB bukan sekadar urusan teknis, tapi menyangkut harapan dan masa depan ribuan keluarga. Maka dari itu, DPRD Kota Serang melalui fungsi pengawasan dan anggaran akan mendorong langkah-langkah perbaikan yang konkret dan terukur,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, masalah lain muncul dari sistem pendaftaran digital. Server lemot, aplikasi error, data siswa tidak muncul, hingga pengumuman hasil yang berubah-ubah dalam hitungan jam semakin memperkeruh suasana.
Muji juga menyoroti soal keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang memicu kemarahan para orang tua. Menurutnya, SPMB yang seharusnya menjadi pintu harapan justru berubah menjadi beban psikologis bagi keluarga.
“Kami tidak ingin menyalahkan, tapi kami ingin memperbaiki. Maka semua pihak harus duduk bersama, introspeksi, dan mengambil tanggung jawab. Mari kita pastikan bahwa SPMB tahun depan lebih tertib, lebih adil, dan lebih berpihak pada rakyat,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPD KNPI Kota Serang, Fauzan Dardiri, menyebut persoalan SPMB ibarat penyakit tahunan yang selalu datang bersamaan dengan penerimaan siswa baru. Menurutnya, kondisi ini semestinya sudah tidak lagi jadi kendala, namun faktanya pihaknya masih menerima banyak keluhan teknis.
“Untuk itu kami sengaja menghadirkan narasumber termasuk Ketua DPRD, agar persoalan teknis yang sering dikeluhkan para ibu bisa diatasi sekaligus menjadi bahan koreksi dan evaluasi. Sayangnya, Kepala Disdikbud tidak hadir, bahkan perwakilannya pun tidak ada konfirmasi,” ujarnya. (ADV)